koranpotensi.com – JAKARTA
Hakim Yustisial Mahkamah Agung (MA) Edy Wibowo ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap pengurusan kasasi Yayasan Rumah Sakit (RS) Sandi Karsa Makassar (SKM). Dalam kasus ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Edy menerima suap senilai Rp 3,7 miliar. “KPK meningkatkan perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan dan mengumumkan tersangka Edy Wibowo, Hakim Yustisial atau Panitera Pengganti Mahkamah Agung,” kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Senin (19/12/2022).
Edy disangkakan melanggar pasal Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a dan b Jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP. Untuk keperluan penyidikan, KPK menahan Edy selama 20 hari selama 19 Desember hingga 7 Januari 2023 di Rumah Tahanan (Rutan) KPK Gedung Merah Putih. Lantas, seperti apa sosok Edy Wibowo sebenarnya? Profil Edy Wibowo Edy Wibowo merupakan alumni S1 Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan (UPH). Dia lulus tahun 2000. Dikutip dari laman uph.edu, sebelum ini Edy menjabat sebagai Asisten Koordinator Kamar Pembinaan MA.
Edy juga pernah menjadi Hakim Pengadilan Negeri di Tasikmalaya. Tahun 2015, dia tercatat sebagai Asisten Hakim Agung di MA. Selain itu, Edy juga pernah berkontribusi di beberapa bidang hukum lainnya, misalnya, menjadi tim pemantau dan evaluasi mediasi di Pengadilan Agama Bogor kelas 1A, memberikan pelatihan sertifikasi mediator, dan menjadi pembicara berbagai seminar hukum. Harta kekayaan Edy Wibowo mencatatkan harta kekayaan sebesar Rp 2,4 miliar. Ini merujuk pada laporan harta kekayaan (LHKPN) yang dilaporkan Edy ke KPK pada 10 Januari 2022. Menurut situs e-LHKPN, harta kekayaan Edy terdiri dari dua bidang tanah dan bangunan senilai Rp 1 miliar. Lalu, satu unit mobil Chevrolet tahun 2018 senilai Rp 190 juta. Edy juga memiliki harta bergerak lainnya senilai Rp 51.200.000. Kemudian, kas dan setara kas sebesar Rp 1.395.560.189. Sementara, utangnya tercatat Rp 200 juta.
Dengan perincian tersebut, total harta kekayaan Edy berjumlah Rp 2.446.760.189. Jumlah ini sedikit menurun dibandingkan tahun 2020 yang mana Edy mencatatkan harta Rp 2,5 miliar. Namun, mengalami kenaikan dibanding tahun 2019 di mana harta kekayaan Edy tercatat Rp 2,2 miliar. Duduk perkara KPK menyatakan, penetapan tersangka terhadap Edy berawal dari rangkaian penyidikan perkara suap Hakim Agung Sudrajad Dimyati. Perkara ini berawal ketika PT Mulya Husada Jaya menggugat penundan kewajiban pembayaran utang (PKPU) kepada Yayasan RS Sandi Karsa Makassar. Gugatan dilayangkan di Pengadilan Negeri Makassar. Majelis hakim pada pengadilan tingkat I tersebut menyatakan Yayasan RS Sandi Karsa Makassar pailit. Merasa keberatan atas putusan ini, pihak RS Sandi Karsa Makassar mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Pihak RS meminta agar putusan Pengadilan Negeri Makassar yang menyatakan yayasan tersebut bangkrut ditolak. Menurut Firli Bahuri, pada Agustus 2022, Ketua Yayasan RS Sandi Karsa Makassar bernama Wahyudi Hardi mendekati dua pegawai negeri sipil (PNS) di MA bernama Muhajir Habibie dan Albasri. Wahyudi meminta kedua pegawai MA itu memantau dan mengawal proses kasasi yang diajukan Yayasan RS Sandi Karsa Makassar. KPK menduga Wahyudi bersepakat dengan Albasri dan Muhajir untuk kepentingan pengawalan ini. “Sebagai tanda jadi kesepakatan, diduga ada pemberian sejumlah uang secara bertahap hingga mencapai sekitar Rp 3,7 miliar kepada Edy Wibowo,” ujar Firli.
Adapun suap terhadap Edy diduga diberikan melalui Muhajir dan Albasri. Penyerahan uang dilakukan di MA ketika proses kasasi masih berlangsung. “Setelah uang diberikan maka putusan kasasi yang diinginkan Wahyudi Hardi dikabulkan dan isi putusan menyatakan RS Sandi Karsa Makassar tidak dinyatakan pailit,” kata Firli. Di sisi lain, Edy Wibowo melalui pengacaranya, Ahmad Yani, membantah dirinya menerima uang terkait suap pengurusan perkara di MA. “Tidak terima sama sekali. Memang kayaknya dia disebut nama oleh orang lain, tapi apa buktinya?” kata Yani saat ditemui awak media di gedung Merah Putih KPK, Senin (19/12/2022).(GilangNawawi)